Langsung ke konten utama

#30HariKotakuBercerita Pasar Nuban yang Terabaikan


Pasar adalah salah satu bahasan yang paling menarik untuk dikupas ketika menceritakan Metro. Awalnya, Metro hanya terdiri dari empat titik utama; Pasar Kopindo (didominasi penjual sayur & makanan), Pasar Cenderawasih & Pasar Shopping (Ini yang tertua), serta Pasar Nuban.
Kalau kita ke pasar Metro, jangan heran jika percakapannya didominasi dengan bahasa Jawa. Masyarakat Metro hampir 70% adalah bersuku Jawa, yang akan dijelaskan di postingan selanjutnya.

Pasar Kopindo sudah dirobohkan. Beberapa pedagang sudah berpindah ke bangunan baru di depannya; Mega Mall Metro. Meski judulnya mall, sebenarnya ini bukanlah mall seperti di kota-kota besar, Mega Mall Metro ini hanyalah deretan ruko dengan harga sewa yang lumayan fantastis. Saya jadi teringat percakapan dengan Uni yang menjual jajaan pasar. Nggak sengaja ketemu beberapa hari yang lalu. Saya langganan di tempat Uni ini waktu berjualan di pasar. Sekarang beliau sudah alih dagangan, jualan serba-serbi serabi di depan rumahnya. Waktu saya tanyakan kenapa nggak berjualan lagi jajanan pasar, ada beberapa sebab. Pertama, Uni sudah 15 tahun berjualan di pasar, berangkat pagi pulang sore, jadi jarang bertemu anak-anaknya. Kedua, sewa di Metro Mega Mall yang selangit, tempatnya sempit jadi tidak bisa menaruh stok barang dagangan, omsetnya pun tidak menutup untuk sewa dan pengeluaran lainnya. Uni bilang, untuk uang kebersihan dan pembayaran listriknya pun mahal. Uni sempat menyewa di Metro Mega Mall selama sebulan, karena pertimbangan tersebut, akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan dagangannya di pasar.

Pasar Cendrawasih yang letaknya di depan Pasar Kopindo. Pasar ini kalo nggak salah mulai beroperasi saat saya masih SMP, sekitar awal tahun 2000-an. Pasar ini terdiri dari dua lantai. Sampai sekarang pun, lantai atas masih belum penuh. Pedagang lebih memilih berjualan di bedengan-bedengan depannya yang dulunya merupakan tempat parkir Pasar Cenderawasih. Pedagang lebih memilih berjualan di bedengan ini karena sewanya termasuk murah. Tapi, imbasnya pasar jadi semrawut karena tidak ada tempat parkir. Yang ingin ke pasar, parkirnya hanya bisa di pinggiran pasar seperti ini:


Pasar Shopping, terdiri dari tiga lantai. Ini bangunan tertua di pasar Metro. Bangunannya masih terlihat kokoh, soalnya kalo kita masuk ke dalamnya, sinyal susah terdeteksi, sayangnya bangunannya udah kumuh banget. Yang masih berfungsi hanya lantai satu. Lantai dua udah banyak yang kosong. Sedangkan lantai tiga dulunya merupakan bioskop dan tempat perkumpulan main ding dong #Generasi90anBanget :))


 Kemudian Pasar Nuban. Sama halnya dengan Pasar Shopping yang lantai atasnya dulu merupakan bioskop, di Pasar Nuban ini dulunya malah ada bangunan berdiri sendiri khusus untuk bioskop. Waktu SD, saya masih merasakan nonton di sini. Sewaktu penghancuran bioskop ini dibutuhkan setahun lebih. Banyak pekerja yang menjadi korban. Konon, di bioskop ini banyak ‘penunggunya, yang nggak rela jika bangunan ini dirobohkan. Ah, sayang saya nggak sempat mendokumentasikan bioskopnya. Sekarang perlahan mulai diganti dengan pasar bangunan baru yang amat kontras dengan pasar di sampingnya yang terlihat kumuh:

Migrasi para pedagang yang dulunya menempati Pasar Kopindo dan Pasar Nuban awalnya dialihkan ke Pasar 24, yang lumayan jauh dari pusat kota. Tapi tidak bertahan lama karena omset para pedagang yang berjualan di sana menurun drastis. Setelah beberapa kali sempat ada unjuk rasa, akhirnya terminal dijadikan lapak bedengan sementara untuk menampung para pedagang ini. Sayangnya bedengan-bedengan yang kini mendominasi terminal banyak yang terlihat, kosong seperti ini, sepi peminat:


Pasar memang menjadi isu paling sensitif di Metro. Bertahun-tahun pembangunan pasar yang baru belum beres, bahkan beberapa di antaranya pembangunan sempat tersendat karena berbagai alasan dan kendala. Harapannya, setelah mengorbankan terminal sebagai lapak sementara para pedagang, berharap terminal berfungsi kembali sebagaimana semestinya dan pembangunan pasar bisa beres total agar para pedagang bisa berdagang dengan nyaman.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo

  Sebenarnya gak antusias waktu tahu serial ini tayang. Pertama, setting cerita yang ala-ala kerajaan gitu biasanya bertele-tele. Kedua, pemain perempuannya banyak yang bilang nggak suka. Tapi semakin ke sini, makin banyak yang bilang suka drama ini dari segi cerita. 

REVIEW Extracurricular

  Awalnya gak niat nonton ama drama ini, ternyata banyak yang bilang bagus. Bukan sekedar kisah remaja dengan cerita menye-menye semata. Terlihat dari posternya yang terkesan dark, drama ini mengisahkan sisi kelam para remaja: prostitusi online.

REVIEW Welcome to Waikiki 2

Setelah nonton drama Welcome to Waikiki 1 yang super parah sengkleknya, rasanya kurang afdol jika nggak nonton seri yang kedua x))